Wednesday, December 4, 2013

Resume Business Ethics - Making Moral Decision

Tugas Business Ethics 
Membuat Keputusan yang Bermoral
Buku: Business Ethics: A Global & Managerial Perspective
Penulis: David J. Fritzche
 
                Terdapat dua kondisi yang harus dimiliki menejer dalam melakukan proses pengambilan keputusan yaitu, kultur organisasi yang mendukung pengambilan keputusan yang beretika dan menejer harus menggunakan sarana untuk mengevaluasi dimensi etis dari keputusan.

A.      ORGANIZATIONAL CULTURE
                Kultur organisasi merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, dan nilai-nilai yang telah dikembangkan dalam organisasi untuk mengatasi lingkungan eksternal dan internal. Menurut john Kotter dan James Hesket terdapat 2 level korporat, yaitu:
1.       Budaya yang telah melekat pada nilai-nilai yang dianut oleh anggota dalam organisasi, sehingga tidak mudah ditemukan oleh orang lain di luar organisasi, karena sudah merupakkan bagian dari organisasi.
2.       Norma yang mengatur kebiasaan individu-idividu dalam organisasi dalam kegiatan keseharianny. Contohnya aturan mengenai cara berbakaian,bahasa dan sikap.
                Kultur selalu berevolusi di seluh organisasi seiring dengan smakin berkembangnnya sebuah organisasi. Biasanya terjadi karena pengaruh perubahan kepemimpinan dalam organisasi. Nilai budaya juga memberikan panduan bagi perusahaan dalam mengintegrasikan lingkungan internal sebuah organisasi. 

B.      HIGH – PERFORMING CULTURE MENUNJUKKAN PERILAKU ETIS
                Nilai merupakan perilaku atau tujuan yang paling baik dari berbagai perilaku atau tujuan yang saling berlawanan. Etika bisnis merupakan proses mengevaluasi keputusan bisnis dengan menghargai standar moral dari suatu budaya. Budaya harus sesuai dengan lingkungan dimana perusahaan beroperasi, dan budaya tersebut harus mendorong dan memberdayakan menejer untuk menunjukkan kemampuannnya dalam mengubah keputusan yang berkaitan kepentingan shareholders.
                Beberapa karakteristik perusahaan yang memiliki high-performing :
-          Karakteristik budayanya memiliki: kultur korporat yang sangat kuat, budayanya sesuai dengan lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi, dan budayanya dapat membantu meramalkan perubahan kondisi lingkungan sehingga dapat melewati perubahan tersebut dengan baik.
-          Tekanan sistem nilai  memiliki:tulus dalam membeli perhatian dalam melakukannya, perhatian jangka panjang, dan penekanan pada integritas.
-          Corporate behavior :korporat dengan budaya high-performing merupakan organisasi yang dalam memsetiap kegiatannya selalu mengutamakan perilaku yang sesuai dengan etika.

C.      ETHICS TOOLS
        Dimensi sesuatu dipandang etis atau tidaknya memiliki batasan tingkat kinerja sehingga bila berada di bawah batas, maka si pembuat keputusan dapat menolak alternative tersebut. Sebuah keputusan dapat diterima atau ditolak karena alasan ekonomi, politik, teknologi, atau criteria social. 

D.      DISCUSSION SUPPORT MODEL
        Model ini melibatkan hypernorms dan community norms pada pengambilan keputusan. Sebelum membuat keputusan seorang menejer mengumpulkan informasi mengenai permasalahan dan alternative lain yang memungkinkan. Banyaknya informasi dan seberapa mendetailnya informasi yang dikumpulkan bergantung pada ketersediaan informasi dan jangka waktu yang tersedia dalam membuat keputusan.  Ketika terjadi konflik tentang community norm, manajer perlu menentukan aturan prioritas manakah yang harus diaplikasikan. Dengan menggunakan aturan prioritas yang sesuai, sebuah community norm dapat dikembangkan untuk digunakan dalam evaluasi alternative keputusan.
        Terdapat overriding factors secara spesifik yang dapat mengubah marginally acceptable alternative menjadi acceptable alternative. Pada beberapa kasus satu norma dapat menjadi lebih penting dari norma yang lain yang kemudian mengesampingkan penerimaan marginal. Overriding yang kedua disebut incapacitation, yang berarti bahwa seseorang tidak mampu untuk memilih alternative yang spesifik. Dikarenakan minimnya informasi atau karena koersi.

E.       KASUS PHAR – MOR INC.
        Phar Mor Inc. merupakan perusahaan retail terbesar di Amerika Seriat yang dinyatakan bangkrut pada Agustus 1992. Sehingga terpaksa menutup hampir separuh outletnya dan memulangkan banyak karyawannya. Pada masa kejayaannya Phar Mor mempunyai 300 outlet besar hampir diseluh negara bagian dan memperkerjakan 2.300 orang karyawan. Eksekutif pharm or inc secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan financial yang masuk ke saku pribadi di jajaran top manajemen perusahaan.
        Dalam kasus Phar Mor ini disebutkan bahwa pengambilan keputisan tidak berdasarkan sikap yang fair. Terbukti dengan banyak nepotisme yang dilakukan dengan pembelian barang-barang untuk keperluan suppliers dilakukan dengan membeli dari orang-orang yang memiliki koneksi dengan para eksekutif atau direksi Phar Mor.
        Phar Mor menjadi general partner World Basket Ball League dan memiliki keuntungan 60% dari pendapatan tim. Sehingga apabila tim membutuhkan dana, maka akan selalu diusahakan oleh chief financial officer-nya. Dan biasanya dana yang didapatkan tersebut merupakan dana yang asal muasalnya diragukan.
        Dalam kasus Phar Mor, salah satu syarat agar internal audit bisa berfungsi, yaitu fungsi control environment tidak ada. Control environment sangat ditentukan oleh attitude dari manajemen. Idealnya, manajemen harus mendukung penuh aktivitas internal audit dan mendeklarasikan dukungan itu kesemua jajaran operasional perusahaan. Top manajemen Phar Mor, tidak menunjukkan attitude yang baik, karena kepemimpinan akan mempengaruhi cara pengambilan keputusan dan budaya yang terjadi dalam sebuah organisasi.
       

No comments:

Post a Comment