Tugas Business Ethics
Membuat Keputusan yang Bermoral
Buku: Business Ethics: A Global & Managerial Perspective
Penulis: David J. Fritzche
Terdapat
dua kondisi yang harus dimiliki menejer dalam melakukan proses pengambilan
keputusan yaitu, kultur organisasi yang mendukung pengambilan keputusan yang
beretika dan menejer harus menggunakan sarana untuk mengevaluasi dimensi etis dari keputusan.
A. ORGANIZATIONAL CULTURE
Kultur
organisasi merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, dan nilai-nilai yang telah dikembangkan dalam organisasi untuk mengatasi lingkungan eksternal dan internal.
Menurut john Kotter dan James Hesket terdapat 2 level korporat, yaitu:
1.
Budaya yang telah melekat pada nilai-nilai yang dianut oleh anggota dalam organisasi, sehingga tidak mudah ditemukan oleh orang lain di luar organisasi,
karena sudah merupakkan bagian dari organisasi.
2.
Norma yang mengatur
kebiasaan individu-idividu dalam organisasi dalam kegiatan keseharianny.
Contohnya aturan mengenai cara berbakaian,bahasa dan sikap.
Kultur
selalu berevolusi di seluh organisasi seiring dengan smakin berkembangnnya
sebuah organisasi. Biasanya terjadi karena pengaruh perubahan kepemimpinan
dalam organisasi. Nilai
budaya juga memberikan panduan bagi perusahaan dalam mengintegrasikan
lingkungan internal sebuah organisasi.
B. HIGH – PERFORMING CULTURE
MENUNJUKKAN PERILAKU ETIS
Nilai merupakan perilaku atau tujuan yang paling baik dari berbagai perilaku atau tujuan yang saling berlawanan. Etika bisnis merupakan proses mengevaluasi keputusan
bisnis dengan menghargai standar moral dari suatu budaya. Budaya harus sesuai
dengan lingkungan dimana perusahaan beroperasi, dan budaya tersebut harus
mendorong dan memberdayakan menejer untuk menunjukkan kemampuannnya dalam
mengubah keputusan yang berkaitan kepentingan shareholders.
Beberapa
karakteristik perusahaan yang memiliki high-performing
:
-
Karakteristik budayanya
memiliki: kultur korporat yang sangat kuat, budayanya sesuai dengan lingkungan
dimana perusahaan tersebut beroperasi, dan budayanya dapat membantu meramalkan
perubahan kondisi lingkungan sehingga dapat melewati perubahan tersebut dengan
baik.
-
Tekanan sistem nilai memiliki:tulus dalam membeli perhatian dalam
melakukannya, perhatian jangka panjang, dan penekanan pada integritas.
-
Corporate behavior :korporat dengan budaya high-performing
merupakan organisasi yang dalam memsetiap kegiatannya selalu mengutamakan
perilaku yang sesuai dengan etika.
C. ETHICS TOOLS
Dimensi
sesuatu dipandang etis atau tidaknya memiliki batasan tingkat kinerja sehingga
bila berada di bawah batas, maka si pembuat keputusan dapat menolak alternative
tersebut. Sebuah keputusan dapat diterima atau ditolak karena alasan ekonomi,
politik, teknologi, atau criteria social.
D. DISCUSSION SUPPORT MODEL
Model ini melibatkan hypernorms dan community norms pada pengambilan keputusan. Sebelum membuat
keputusan seorang menejer mengumpulkan informasi mengenai permasalahan dan alternative
lain yang memungkinkan. Banyaknya informasi dan seberapa mendetailnya informasi
yang dikumpulkan bergantung pada ketersediaan informasi dan jangka waktu yang
tersedia dalam membuat keputusan. Ketika
terjadi konflik tentang community norm, manajer perlu menentukan aturan
prioritas manakah yang harus diaplikasikan. Dengan menggunakan aturan prioritas
yang sesuai, sebuah community norm dapat dikembangkan untuk digunakan dalam
evaluasi alternative keputusan.
Terdapat
overriding factors secara spesifik
yang dapat mengubah marginally acceptable alternative menjadi acceptable
alternative. Pada beberapa kasus satu norma dapat menjadi lebih penting dari
norma yang lain yang kemudian mengesampingkan penerimaan marginal. Overriding
yang kedua disebut incapacitation,
yang berarti bahwa seseorang tidak mampu untuk memilih alternative yang
spesifik. Dikarenakan minimnya informasi atau karena koersi.
E. KASUS PHAR – MOR INC.
Phar
Mor Inc. merupakan perusahaan retail terbesar di Amerika Seriat yang dinyatakan
bangkrut pada Agustus 1992. Sehingga terpaksa menutup hampir separuh outletnya
dan memulangkan banyak karyawannya. Pada masa kejayaannya Phar Mor mempunyai
300 outlet besar hampir diseluh negara bagian dan memperkerjakan 2.300 orang
karyawan. Eksekutif pharm or inc secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan financial yang
masuk ke saku pribadi di jajaran top manajemen perusahaan.
Dalam
kasus Phar Mor ini disebutkan bahwa pengambilan keputisan tidak berdasarkan
sikap yang fair. Terbukti dengan banyak nepotisme yang dilakukan dengan
pembelian barang-barang untuk keperluan suppliers dilakukan dengan membeli dari
orang-orang yang memiliki koneksi dengan para eksekutif atau direksi Phar Mor.
Phar Mor
menjadi general partner World Basket Ball League dan memiliki keuntungan 60%
dari pendapatan tim. Sehingga apabila tim membutuhkan dana, maka akan selalu
diusahakan oleh chief financial officer-nya.
Dan biasanya dana yang didapatkan tersebut merupakan dana yang asal muasalnya
diragukan.
Dalam
kasus Phar Mor, salah satu syarat agar internal audit bisa berfungsi, yaitu fungsi
control environment tidak ada.
Control environment sangat ditentukan oleh attitude
dari manajemen. Idealnya, manajemen harus mendukung penuh aktivitas internal
audit dan mendeklarasikan dukungan itu kesemua jajaran operasional perusahaan.
Top manajemen Phar Mor, tidak menunjukkan attitude
yang baik, karena kepemimpinan akan mempengaruhi cara pengambilan keputusan dan
budaya yang terjadi dalam sebuah organisasi.
No comments:
Post a Comment